Etika Audit Eksternal
A. PENGERTIAN PROFESI
Profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bidang pekerjaan
yang dilandasi pendidikan keahlian (keterampilan,kejuruan,dan
sebagainya) tertentu. Sedangkan profesional menurutKBBI adalah:
1. Bersangkutan dengan profesi;
2. Pekerjaan yang memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya;
3. Mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya (lawan dari amatir).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan
bahwa persyaratan utama dari suatu profesi adalah tuntutan kepemilikan
keahlian tertentu yang unik. Dari profesi ini juga mendapatkan
pembayaran sebagai timbal balik atas pekerjaan yang dilakukannya. Sawyers Internal Auditing menyebutkan 7 (tujuh) syarat, yaitu:
1. Pekerjaan tersebut adalah untuk melayani kepentingan orang banyak (umum)
2. Bagi yang ingin terlibat dalam profesi dimaksud, harus melalui pelatihan yang cukup lama dan berkelanjutan
3. Adanya kode etik dan standar yang ditaati di dalam organisasi tersebut
4. Menjadi
anggota dalam organisasi profesi dan selalu mengikuti pertemuan ilmiah
yang diselenggarakan oleh organisasi profesi tersebut
5. Mempunyai media massa/publikasi yang bertujuan untuk meningkatkan keahlian dan keterampilan anggotanya
6. Kewajiban menempuh ujian untuk menguji pengetahuan bagi yang ingin menjadi anggota
7. Adanya suatu badan tersendiri yang diberi wewenang oleh pemerintah untuk mengeluarkan sertifikat.
B. PENGERTIAN DAN TUJUAN KODE ETIK
1. Pengertian Etik dan Kode Etik
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988, mendefinisikan etik sebagai :
a. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
b. Nilai
mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
sedangkan etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Kode
etik pada prinsipnya merupakan sistem dari prinsip-prinsip moral yang
diberlakukan dalam suatu kelompok profesi yang ditetapkan secara
bersama. Kode etik suatu profesi merupakan ketentuan perilaku yang harus
dipatuhi oleh setiap mereka yang menjalankan tugas profesi tersebut,
seperti dokter, pengacara, polisi, akuntan, penilai, dan profesi
lainnya.
2. Dilema Etika dan Solusinya
Terdapat dua faktor utama yang mungkin menyebabkan orang berperilaku tidak etis, yakni:
a.
Standar etika orang tersebut berbeda dengan masyarakat pada umumnya.
Misalnya, seseorang menemukan dompet berisi uang di bandar udara
(bandara). Dia mengambil isinya dan membuang dompet tersebut di tempat
terbuka. Pada kesempatan berikutnya, pada saat bertemu dengan keluarga
dan teman-temannya, yang bersangkutan dengan bangga bercerita bahwa dia telah menemukan dompet dan mengambil isinya.
b. Orang
tersebut secara sengaja bertindak tidak etis untuk keuntungan diri
sendiri. Misalnya, seperti contoh di atas, seseorang menemukan dompet
berisi uang di bandara. Dia mengambil isinya dan membuang dompet
tersebut di tempat tersembunyi dan merahasiakan kejadian tersebut.
Dorongan
orang untuk berbuat tidak etis mungkin diperkuat oleh rasionalisasi
yang dikembangkan sendiri oleh yang bersangkutan berdasarkan pengamatan
dan pengetahuannya. Rasionalisasi tersebut mencakup tiga hal sebagai
berikut:
a. Setiap orang juga melakukan hal (tidak etis) yang sama. Misalnya, orang mungkin berargumen bahwa tindakan memalsukan perhitungan pajak, menyontek
dalam ujian, atau menjual barang yang cacat tanpa memberitahukan kepada
pembelinya bukan perbuatan yang tidak etis karena yang bersangkutan berpendapat bahwa orang lain pun melakukan tindakan yang sama.
b. Jika sesuatu perbuatan tidak melanggar hukum berarti perbuatan tersebut tidak melanggar
etika. Argumen tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa hukum yang
sempurna harus sepenuhnya dilandaskan pada etika. Misalnya, seseorang yang menemukan barang hilang tidak
wajib mengembalikannya kecuali jika pemiliknya dapat membuktikan bahwa
barang yang ditemukannya tersebut benar-benar milik orang yang
kehilangan tersebut.
c. Kemungkinan
bahwa tindakan tidak etisnya akan diketahui orang lain serta sanksi
yang harus ditanggung jika perbuatan tidak etis tersebut diketahui orang
lain tidak signifikan. Misalnya penjual yang secara tidak sengaja
terlalu besar menulis harga barang mungkin tidak akan dengan kesadaran
mengoreksinya jika jumlah tersebut sudah dibayar oleh pembelinya. Dia
mungkin akan memutus kan untuk lebih baik menunggu pembeli protes untuk
mengoreksinya, sedangkan jika pembeli tidak menyadari dan tidak protes
maka penjual tidak perlu memberitahu.
Saat ini, telah dikembangkan rangka pemikiran untuk membantu setiap orang memecahkan dilema etika. Dalam rangka tersebut dikenal sebagai the six-step approach, yang meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
a. Identifikasikan kejadiannya.
b. Identifikasikan masalah etika berkaitan dengan kejadian tersebut.
c. Tetapkan siapa saja yang akan terpengaruh serta tetapkan apa konsekuensi yang akan diterima/ditanggungnya berkaitan dengan kejadian tersebut.
d. Identifikasikan alternatif-alternatif tindakan yang dapat ditempuh pihak yang terkait dengan dilema tersebut.
e. Identifikasikan kons ekuensi dari tiap-tiap alternatif tersebut.
f. Tetapkan tindakan yang tepat berdasarkan pertimbangan tentang nilai-nilai etika yang dimiliki dan konsekuensi serta kesanggupan menanggung konsekuensi atas pilihan tindakannya. Pilihan tindakan tersebut sifatnya sangat individual sehingga sangat tergantung pada nilai etika yang dimiliki oleh yang bersangkutan serta kesanggupannya menanggung akibat dari pilihan tindakannya.
Langkah
tersebut akan mengarah pada ketidakseragaman perilaku karena nilai yang
diyakini oleh masing-masing individu mungkin berbeda. Oleh karena itu,
untuk tercapainya keseragaman ukuran perilaku, apakah suatu tindakan etis atau tidak etis, maka kode etik perlu ditetapkan bersama oleh seluruh anggota profesi.
3. Perlunya Kode Etik bagi Profesi
Tanpa kode etik, maka setiap individu dalam satu komunitas akan memiliki tingkah laku yang berbeda-beda yang dinilai baik menurut anggapannya dalam berinteraksi
dengan masyarakat lainnya. Kepercayaan masyarakat dan pemerintah atas
hasil kerja auditor ditentukan oleh keahlian, independensi serta integritas moral/kejujuran para auditor
dalam menjalankan pekerjaannya. Kode etik atau aturan perilaku dibuat
untuk dipedomani dalam berperilaku atau melaksanakan penugasan sehingga
menumbuhkan kepercayaan dan memelihara citra organisasi di mata
masyarakat.
C. PENGERTIAN DAN TUJUAN STANDAR AUDIT
Standar antara lain diperlukan sebagai:
1. Ukuran mutu;
2. Pedoman kerja;
3. Batas tanggung jawab;
4. Alat pemberi perintah;
5. Alat pengawasan;
6. Kemudahan bagi umum.
Standar yang digunakan sebagai ukuran pada umumnyadiperlukan pada pekerjaan yang memiliki ciri:
1. Menyangkut kepentingan orang banyak;
2. Mutu hasilnya ditentukan;
3. Banyak orang (pekerja) terlibat;
4. Sifat dan mutu pekerjaan s ama;
5. Ada organisasi yang mengatur.
Standar
audit merupakan ukuran mutu pekerjaan audit yang ditetapkan oleh
organisasi profesi audit, yang merupakan persyaratan minimum yang harus dicapai auditor dalam melaksanakan tugas auditnya. Standar audit diperlukan untuk menjaga mutu pekerjaan auditor.
D. KODE ETIK, STANDAR AUDIT DAN PROGRAM JAMINAN KUALITAS
Dasar pikiran yang melandasi penyusunan kode etik dan
standar setiap profesi adalah kebutuhan profesi tersebut akan
kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa yang diberikan oleh profesi.
Aturan yang ditetapkan oleh profesi ini menyangk ut aturan perilaku,
yang disebut dengan kode etik, yang mengatur perilaku auditor sesuai
dengan tuntutan profesi dan organisasi pengawasan serta standar audit
yang merupakan ukuran mutu minimal yang harus dicapai auditor dalam
menjalankan tugas auditnya. Apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti
auditor tersebut bekerja di bawah standar dan dapat dianggap melakukan
malpraktik. Program jaminan kualitas harus diciptakan untuk
mempertahankan profesionalisme dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu
jasa audit. Program jaminan kualitas untuk masing-masing APIP dapat
dibangun sendiri sesuai dengan karakteristik APIP yang bersangkutan.
E. KODE ETIK DAN STANDAR AUDIT APIP
Auditor APIP adalah pegawai negeri yang mendapat tugas antara lain untuk melakukan audit. Auditor APIP meliputi :
1. Auditor lingkungan BPKP
2. Inspektorat Jenderal Departemen
3. Unit Pengawasan LPND
4. Ins[pektorat Propinsi, Kabupaten, dan Kota.
Dalam
menjalankan tugas auditnya wajib mentaati kode etik APIP yang berkaitan
dengan statusnya sebagai pegawai negeri dan standar audiot APIP
sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatu Negara
No. PER/M. PAN/03/2008 M. PAN/03/2008 dan No. PER/05/M. PAN/03/2008
Tanggal 31 Maret 2008.
Disisi
lain terdapat pula auditor pemerintah khususnya auditor BPKP adalah
akuntan anggota IAI yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas
entitas yang menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasar PABU
(BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam PSAK. Karena itu auditor pemerintah
tersebut wajib mengetahui dan mentaati kode etik akuntan Indonesia dan
standar audit yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang
ditetapkan oleh IAI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar